BAG 1
Tahun ajaran baru akan
segera dimulai, rasa rindu telah menggelayuti hati Venus selama liburan. Sudah
sekitar tiga minggu dia tidak bertemu dengan teman-teman seakademinya. Rindu
melihat bangunan tua akademinya, rindu akan celotehan guru-gurunya. Ya, di akademi
RollingWood-lah Venus bersekolah, dan menggantungkan masa depannya. Impiannya
tercapai sudah, saat setahun yang lalu dia merengek-rengek, memohon kepada
kedua orang tuanya untuk disekolahkan di RollingWood.
Awalnya orang tua Venus
tidak setuju dengan pilihan Venus. Masalah biaya, tentu saja. Karena akademi
RollingWood merupakan sekolah favorit. Tapi ada satu alasan lagi yang menjadi
beban orang tuanya, yaitu Venus harus tinggal di asrama dan jauh dari kedua
orang tuanya. Tetapi hati pasangan Swift ini akhirnya merelakan keputusan
anaknya. Beribu petuah dilontarkan Mrs Swift saat mengantar Venus berangkat ke
akademi RollingWood pertama kali, dan memberikan kalung, sebagai jimat untuk
Venus berjaga-jaga. Berjaga-jaga untuk
apa? Sungguh orang tuaku paranoid sekali?
Tapi itu dulu, setahun
terakhir dialami Venus dengan bahagia, tanpa ada masalah sedikit-pun, dan itu
cukup untuk meyakinkan kedua orang tuanya bahwa pilihannya tepat— sangat tepat— Dan malam ini, malam terakhir
Venus di rumahnya di New Corral. Esok hari dia harus berangkat ke RollingWood
sepagi mungkin. Dibantu oleh ibunya, dia mengepak seluruh barang-barang yang
akan dia bawa, buku-buku baru tingkat kedua yang sama sekali masih baru dan
belum tersentuh. Sampul plastik dengan apik masih membungkus buku itu. Oh,
betapa malasnya Venus untuk membuka buku saat liburan. Namanya liburan, ya harus bersenang-senang. Pikirnya. Meskipun
Venus itu pemalas tapi berbagai penghargaan didapatnya baik akademik maupun
nonakademik. Dapat anugrah otak darimana dia hingga bisa sepintar itu.
“Nah, semua sudah beres. Tidak ada barang yang
ketinggalankan?” Tanya ibunya yang selesai mengepak baju-baju milik anaknya.
“Emh, sepertinya sudah.” Jawabnya singkat.
“Kalau sudah, cepat tidur. Besok harus bangun pagi,
berangkat, dan ingat selalu pesan mama” Perintah Mrs. Swift
Venus mengangguk mematuhi perintah ibunya itu. “Ocey mom”
sambil mematikan lampu utama dan menghidupkan lampu tidur yang ada di sebelah
ranjangnya, dia melihat ibunya melenggang keluar. Sebelum menutup pintu, ibunya
berpesan agar Venus dapat berjaga diri. Lagi.
Setengah tidur, Venus berfikir, RollingWood adalah tempat
teraman dan ternyaman yang pernah ia temui. Kekuatiran ibunya itu berlebihan.
Well, Awalnya memang wajar, anak semata wayangnya harus berpisah dari pelukan
ibunya. Lima belas tahun hidup bersama dalam satu atap, dan waktu itu harus
berpisah begitu saja. Terlebih Venus notabennya adalah anak yang ceroboh.
Pantas saja orang tuanya kuatir. Tetapi, setahun ini dijalani tanpa ada masalah
yang berarti. Ya, meskipun tidak sepenuhnya benar. Venus jadi ingat, waktu
empat bulan setelah mulai sekolah di akademi RollingWood. Dia hampir jatuh dari
lantai empat gedung itu karena terdorong oleh seseorang. Untung saja ada guru
lewat yang berhasil menyelamatkan nyawanya. Tetapi selain itu tidak ada
kejadian lain— Mungkin —
Orang tua Venus tidak
tahu menahu tentang kecelakaan itu. Mungkin jika mereka tahu, pasti mereka
telah mencerocos di ruang kepala sekolah untuk memperhatikan keselamatan
siswanya. Lucu sekali membayangkan raut muka kepala sekolah jika hal itu
benar-benar terjadi. Untung aku tidak
memberitahu orang tuaku. Bantinnya.
Aku tak sabar menunggu
besok. I miss you guies….
Kemudian Venus terlelap
dalam mimpi.
Dia
bergerak maju, perlahan semakin dekat. Aku sedikit demi sedikit melangkah
mundur dengan waspada. Dia semakin dekat, nafasku semakin memburu, detak
jantungku berdetak cepat sekali. Dia melangkah maju, raungannya membuat bulu
kudukku berdiri. Aku melangkah mundur lagi, mataku tetap menatap tajam makhluk
itu. Kurasakan tubuhku telah menyentuh dinding. Aku terpojok, mataku memutar
secepat yang ku bisa. Tak ada jalan keluar, kulihat, makhluk itu melompat
menerjang ke arah ku.
Aku
akan mati…..
“Huh… Huh…” Venus
terbangun dengan nafas yang tidak teratur. Dia memijit kepalanya yang saat ini
terasa nyeri. Keringat dingin telah membasahi wajah dan tubuhnya. Mimpi
buruk. Tidak pernah dia bermimpi seperti
itu. Mimpinya kali ini terasa nyata sekali. Untuk sesaat tadi, dia berfikir dia
akan mati. Sesaat kemudian, dia terbangun dan semua itu hanya mimpi. Sungguh
melegakan.
Kemudian Venus mencoba
bangun dan menyandarkan punggungnya dirinya di kepala ranjang. Dia menenangkan
dirinya dari mimpi buruk tadi. Venus mencari-cari jam beker di meja dekat
ranjangnya. Jam menunjukan pukul satu pagi. Venus mengumpat dalam hati. Mengapa
dia harus bermimpi buruk dan terbangun di malam yang tidak tepat?. Venus
mencoba memejamkan matanya lagi. Mencoba untuk terlelap lagi. Tapi usaha itu
sia-sia, dia tetap terjaga.
Hingga pukul tiga pagi,
dia akhirnya bisa terlelap juga. Setelah dua jam sebelumnya dia memilih membaca
buku hingga matanya menuntut untuk tidur lagi. Sekitar pukul enam pagi, dia
bangun dan bersiap untuk berangkat ke akademi RollingWood. Sudah tidak sabar
rasanya ia menunggu bus sekolah menjemputnya di terminal. Ya, RollingWood
menyediakan bus sekolah bagi seluruh siswanya. Tetapi bukan berarti mereka
dengan santai berada di teras rumah dan menunggu bus-nya datang. Mereka tetap
harus ke terminal terdekat untuk menaiki bus ini. Karena tidak mungkin bus-bus
ini berkeliling ke setiap sudut kota hanya untuk menjemput ratusan siswanya
yang notabennya banyak di antara mereka berasal dari luar kota.
“Vey, cepat turun dari
mobil sayang” kata Mrs. Swift dari bangku depan mobil Avanza keluaran tahun
2000 ini. “Jangan sampai ada barang yang tertinggal. Dan… ingat selalu pesan
mama dan papa!” lanjutnya.
“Siap nyonya.” Layaknya
memberi hormat, Venus mengangkat tangan kanannya dan diletakkan di depan dahi
putihnya.
“Cium mama dulu.”
Seketika itu Venus menyambar pipi mamanya dan tidak lupa, dia memberi hormat
kepada papa tirinya.
Lalu dia melenggang
pergi menuju bus sekolah yang sudah menunggu. Bus sekolah berwarna Yellow ini
sangat mencolok di bandingkan bus-bus yang ada di sekelilingnya. Di tambah lagi
tulisan The RollingWood yang terpampang di sisi kiri dan kanan-nya membuat
siapa-pun bangga untuk menaiki bus ini. Ya, siapa yang bermimpi seorang seperti
Venus Anna Swift bisa bersekolah di RollingWood yang terkenal dan megah itu, koreksi —klasik itu— yang notabennya adalah
orang yang biasa-biasa saja. Sangat biasa. Mobil yang dibawa oleh papanya tadi
adalah mobil dinas milik kantornya. Di tambah lagi, seragam yang kini ia
kenakan rok remple pendek berwarna hitam, blus putih panjang yang di lengkapi
dengan jas almamater bertuliskan The RollingWood di dada bagian kiri. Sungguh
membuatnya semakin bangga.
Setelah sampai di dalam bus, dia melambaikan tangan kepada
kedua orang tuanya sebagai tanda selamat jalan. Dilihatnya mobil itu telah
berputar dan bergegas pergi. Kemudian Venus mengalihkan pandangannya, melihat
keseluruhan bus, ternyata belum banyak siswa yang mengisi bus ini. Dia melirik
jam yang menunjukan pukul tujuh. Memang
masih terlalu pagi. Gumamnya. Renacananya bus ini akan berangkat pukul
tujuh lebih tiga puluh menit. Masih ada tiga puluh menit untuk berjalan-jalan.
Venus turun dari bus untuk berjalan-jalan dan mencari cemilan yang mungkin akan
dia butuhkan saat perjalanan.
Tapi tiba-tiba. Brug.
Venus menabrak sesuatu, dia terlempar ke belakang. “Aduh…”
Dia mengaduh kesakitan sambil memegangi pantatnya yang terbentur lantai.
“Kau punya mata nona…” kata seorang pemuda dengan nada
sarkatis. Pemuda itu sama sekali tidak membantu Venus untuk berdiri. Pemuda itu
hanya berdiri dan memandang Venus dengan tatapan sinisme. Kemudian dia memungut
barangnya yang terjatuh di dalam air selokan. Dia mengumpat.
“Maaf…. Aku tidak sengaja” kata Venus mencoba berdiri dan
membersihkan kotoran di roknya dengan cara dikibas-kibaskan.
Dilihatnya pemuda itu hanya diam. Tampan. Batinnya. Dia mengenakan seragam RollingWood. Ya. Jelas sekali
dengan jas almamater hitam bertuliskan The RollingWood di dadanya. Sepertinya aku belum pernah melihatnya.Venus
menunggu pemuda itu bicara. Venus telah memasang senyum manisnya. Berharap
pemuda itu luluh melihatnya dan memaafkannya. Well, sebenarnya tabrakan kali
ini bukan salah Venus sepenuhnya.
“Huum..”Venus berdeham.
“Kau tahu, seberapa berharganya barang ini Huh! Brengsek!
Sekarang kau membuatnya rusak” ujarnya geram sambil menunjukan sebuah ponsel
yang terkena air itu.
Venus mengerutkan keningnya. Brengsek? Siapa yang kau bilang brengsek? Aku sudah minta maaf. Inikah
balasannya. Sopan sekali dia. “Apa…??” kata Venus dengan nada yang sedikit
tinggi. “Aku sudah minta maaf TUAN. Apa kau tuli?”
“Kata-kata maafmu tidak-akan-pernah-bisa mengembalikan
ponselku yang rusak nona” kata pemuda itu dengan nada yang tidak kalah
tingginya.
“Oh, itu masalahmu… aku tidak peduli, yang penting aku sudah
minta maaf. Permisi ” kata Venus sambil meninggalkan pemuda itu. Dia kesal
dengan tingkah pemuda tadi. Sungguh kekanak-kanakan. Batinnya. Venus mengutuk
dalam hati… Hatinya tak setampan
wajahnya. Sempurna sekali dia.
***
Mohon coment.nya ya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar